Thursday 10 October 2019
helman kaimu
5170
PPID - morowalikab.go.id - Buol - Untuk mensukseskan dan memeriahkan gelar Budaya Indonesiana II Tingkat Provinsi Sulawesi Tengah, Iring-iringan pawai Budaya 13 Kabupaten Kota se-Provinsi Sulawesi Tengah mempersembahkan sejumlah atraksi budayanya pada pelaksanaan Karnaval Budaya di Biak Kabupaten Buol, Selasa (8/10/19).
Selain diikuti Kabupaten Kota se-Sulteng, turut pulah dimeriakan peserta dari Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Provinsi Sulawesi Utara, Kabupaten Bone Bolango dan Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, serta peserta dari Kecamatan, SD, SMP, SLTA, se-Kabupaten Buol.
Dilepas Wakil Bupati Buol, H. Abdullah Batalipu, peserta pawai Karnaval Budaya mengambil star dari Pelabuhan Leok menuju alun-alun Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Buol.
Mengendarai mobil tronton yang dihias dengan ornamen khas kebudayaan Bungku, kontingen peserta budaya Kabupaten Morowali yang dipimpin Kepala Bidang Budaya, Nuryazila Ahmad, S.Pd. M.Si, mempersembahkan Alat musik tradisional Ndengu-ndengu dan Tarian Luminda. Penari tarian Luminda dimainkan oleh siswa Madrasah Aliyah Al-Khairaat Wosu, dan SMK Negeri I Bungku Barat dari sanggar Tari Bumi Maleo Morowali dengan Penata Tari, Abdul Mukim, S.Pd, sementara Ndengu-ndengu dipersembahkan dari Tari Kreasi ''Mompela Fula'' yang dimainkan dari SMA Negeri I Bungku, dengan penata tari, Nurfalah Ahmad.
Diatas mobil, Ndengu-ndengu menggambarkan suatu pondok yang terbuat dari bambu yang tingginya antara 12 sampai 15 meter. Pondok tersebut akan terdengar dan terlihat fungsinya ketika menjelang sahur dan menjelang waktu sholat subuh.
Ketika menjelang sahur dan menjelang waktu sholat subuh masyarakat yang rumahnya berada didaerah ndengu-ndengu tersebut akan naik keatas pondok dan membunyikan alat-alat musik tradisional yang mereka buat dengan kreasi sendiri. Hal ini bertujuan untuk mempersiapkan diri makan sahur dan sholat subuh.
Ndengu-ndengu mempunyai ciri khas tersendiri yang dimana alunan nada yang digunakan itu unik, jika kita mendengarnya akan mengetahui bahwa musik tersebut adalah musik ndengu-ndengu.
Pengaruh nilai-nilai budaya ndengu-ndengu dapat kita lihat dalam segi pembangunan religi atau keagamaan. Adanya ndengu-ndengu dibulan suci ramadhan, orang makan sahur dan sholat subuh tepat pada waktunya.
Sedangkan tarian luminda adalah Tari tradisional Suku Bungku yang ditarikan pada saat pesta rakyat atau hiburan dilingkungan keluarga istana. Kata ‘’Luminda’’ berasal dari bahasa bungku, lumi ; halus atas perlahan-lahan dan mepinda ; menginjakkan kaki atau bergerak. Sehingga secara etimologis, tari luminda diartikan sebagai gerakan tarian yang indah secara halus dan perlahan-lahan.
Asal-muasal tari Luminda pada hakekatnya merupakan sebuah akulturasi budaya antara Kerajaan Buton dan Kerajaan Bungku. Terdapat empat gerak dasar dalam tari luminda yaitu Tumadeako Samba (pola berbanjar atau saling berhadap-hadapan), Palampa dan Losa-losa sebagi gerak melingkar, dan Tumadentina (Mompangifi ) merupakan gabungan antara pola berbanjar dan melingkar.
(Foto/Reporter IKP Diskominfo: HK)