Monday 30 September 2024
helman kaimu
986
Umat Islam meyakini bahwa pernikahan adalah Sunnah Rasul yang harus dilaksanakan sesuai tuntunan agama Islam. Untuk itu, panduan Pernikahan Adat Tobungku mengemukakan prosesi adat sebagai budaya dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Numikah (pernikahan) menurut Adat Tobungku dilaksanakan secara sakral melalui empat bentuk kegiatan yakni:
A. Mompoko Nikah.
B. Lambu Adati.
C. Pantu Tobungku.
D. Mohende Hala dan Kiifu.
A. MOMPOKO NIKAH.
Rangkaian acara Mompoko Nikah melalui proses panjang yakni mulai dari prosesi pelamaran sampai pada pelaksanaan pernikahan.
Tahapan-tahapan yang harus dilalui sebagai berikut:
1. Metutukana Sala/Mobale Sala.
2. Montine Tabako.
3. Monsendefako.
4. Mongkoro.
5. Mobintingi.
6. Mebonso.
7. Leleangi/Leleani.
8. Mobaho Nika.
9. Monteo Mia Nika.
10. Moonto.
11. Mobasa Hatuba.
12. Mahar/Ihi Nikah
13. Mompade/Morusa Jene.
14. Mosumpu/Mompaka.
15. Montine Maafu.
16. Tumanda Nika.
17. Morensa Guba.
A.1. Metutukana Sala.
Metutukana salaa adalah proses keluarga laki-laki menemui keluarga pihak perempuan. Dalam pelaksanaan tahapan prosesi/kegiatan Metutukana Sala, orang tua laki-laki mengamanahkan kepada tiga orang yang dipercayakan (Mia Motua) untuk menemui keluarga pihak perempuan menanyakan apakah adajalan atau tidak untuk menjodohkan (Mompokoteasa) kedua anak mereka. Dalam acara metutukana salaa kedua belah pihak saling berbalas pantun (Mesingkuru).
Jika Metutukana Sala (penjejakan) diterima oleh keluarga perempuan, maka akan dilanjutkan dengan prosesi Montine Tabako. Apabila penjejakan ditolak, maka keluarga laki-laki dapat mengulangi Metutukana Sala sebanyak dua kali lagi (Metutukana Sala dibolehkan sampai tiga kali). Jika prosesi Metutukana Sala sudah dilakukan sebanyak tiga kali dan orang tua perempuan tetap menolak, berarti tidak ada lagi proses selanjutnya.
A.2. Montine Tabako
Montine Tabako adalah pertemuan antara keluarga laki-laki dengan keluarga perempuan untuk membicarakan rencana pelaksanaan pernikahan terutama mengenai biaya (Ongkoso Montafe) dan waktu
Pelaksanaan pernikahan. Prosesi Montine Tabako dilaksanakan di rumah keluarga perempuan. Acara dibuka oleh juru bicara pihak perempuan dengan inti pembicaraan menanyakan maksud kedatangan keluarga pihak laki-laki dengan menggunakan pantun bitara Tobungku. Perwakilan keluarga laki-laki selanjutnya menjawab pantun dari keluarga perempuan sambil menyerahkan seperangkat Sirih-Pinang didalam wadah yang terbuat dari kuningan. Untuk bangsawan, tempat sirih pinang disebut pompananga yaitu seperangkat wadah yang terdiri dari wadah induk, diatasnya terdapat 5 wadah kecil tempat daun sirih (korobite), pinang (fua), gambir (fulele), tembako (tabako) dan kapur sirih (ngapi).
Untuk masyarakat umum wadah ini disebut salopa yang mempunyai 3 (tiga) fungsi dan kegunaan yaitu :
1. Tempat sirih
2. Tempat uang
3. Tempat tembakau leta, tabako unsongi yaitu pada zaman dulu orang merokok digulung pakai kertas rokok.
Dalam prosesi Montine Tabako, perwakilan keluarga laki-laki maupun perwakilan keluarga perempuan diwajibkan mengenakan pakaian Adat Tobungku. Perwakilan keluarga laki-laki mengenakan Lambu Bhal Hadada (bernuansa Islam), kopiah adat bermodifikasi dasar hitam dan bis kuning. Sedangkan perwakilan keluarga perempuan mengenakan Lambu Salafi (tidak memakai rantai silang).
Khusus untuk turunan Raja Bungku mengenakan Lambu Jas Kantiu untuk laki-laki dan perempuan mengenakan Lambu Salafi yang dihiasi dengan Kamaki (rantai silang).
A.3. Monsendefako.
Monsendefako (mengantar seserahan/harta) dilakukan oleh keluarga laki-laki dengan mengenakan pakaian Adat Tobungku. Monsendefako (Monteo Ongkoso Montafe) dilaksanakan pada waktu sesuai dengan perjanjian yang disepakati saat Montine Tabako.
Barang-barang yang dibawa oleh keluarga laki-laki saat Monsedefako berupa Kupa (uang) dan Salandoa (umumnya berbentuk kelengkapan pakaian wanita dan makanan). Kupa disimpan di dalam Salopa (kotak kecil yang terbuat dari kuningan). Dalam pengantaran harta ini mengunakan perangkat kuningan, salopa, dula kokaru, untuk turunan bangsawan. Untuk umum menggunakan wadah lainnya. Setelah menyerahkan seserahan/harta, dilanjutkan dengan musyawarah penentuan waktu pelaksanaan pesta pernikahan.
A.4. Mongkoro.
Montafe (berpesta) terutama pernikahan membutuhkan kerja gotong royong (Metakofali) baik dengan sanak keluarga maupun dengan masyarakat umum. Untuk itu perlu dilakukan tahapan Mongkoro (mengundang) yang meliputi:
a. Mongkoro Petutuai (mengundang keluarga terdekat) yang umumnya dilakukan secara lisan. Mongkoro Petutuai dilakukan oleh satu atau dua orang perempuan (berpakaian rapi) mewakili keluarga yang berpesta untuk menyampaikan undangan lisan. Mongkoro Petutuai dilakukan beberapa hari sebelum pelaksanaan pesta pernikahan (Pontafea).
b. Mongkoro Mobasa adalah mengundang masyarakat umum yang dilakukan melalui undangan tertulis. Pengantar undangan tertulis mengenakan pakaian Adat Tobungku.
c. Mongkoro Limbo yakni mengundang seluruh masyarakat di wilayah Adat Tobungku.
A.5. Leleangi/Leleani.
Leleangi/Leleani merupakan tradisi gotong-royong masyarakat Adat Tobungku untuk membantu mempersiapkan pelaksanaan Pontafea (pesta). Leleangi/Leleani juga mengandung makna sebagai tempat menimba pengalaman dan pengetahuan bagi orang tua yang memiliki anak gadis maupun laki-laki yang belum menikah tentang bagaimana Montafe (menyelenggarakan pesta pernikahan).
A.6. Mobintingi.
Mobintingi adalah memberikan sumbangan berupa barang atau sejumlah uang (Kupa) kepada Sema Pontafea/Sema Pohendea (yang berpesta) baik pihak perempuan maupun pihak laki-laki. Mobintingi bermakna meringankan beban keluarga yang berpesta, silaturrahim, mempererat persaudaraan, serta mewujudkan kebersamaan. Mobintingi dilakukan satu atau dua hari sebelum pelaksanaan pernikahan.
A.7. Mebonso.
Mebonso (mengisolasi calon pengantin wanita) dilakukan oleh calon mempelai wanita selama 3 X 24 jam. Selama tenggang waktu tersebut calon mempelai wanita tidak diperkenankan melakukan aktivitas di luar rumah. Mebonso memiliki makna agar pengantin wanita tampil lebih bercahaya dan lebih cantik saat duduk di pelaminan. Rangkaian kegiatan Mebonso adalah merawat seluruh badan (mefuha). Mefuha adalah mandi uap yang dilakukan oleh calon pengantin perempuan dengan menggunakan air hangat bercampur rempah-rempah yang tempatkan dibulusa (baskon), diletakan dibawah kursi tempat duduk calon pengantin perempuan selanjutnya calon pengantin perempuan ditutupi dengan kain sarung dalam waktu lima sampai sepuluh menit. Selanjutnya calon pengantin perempuan menempelkan Petaha atau Metaha di kuku tangan maupun kaki. Petaha terbuat dari daun pohon Petaha.
A.8. Mobaho Nika.
Mobaho Nika (memandikan calon pengantin wanita) dilakukan oleh ibu kandungnya sehari sebelum pelaksanaan akad nikah. Mobaho Nika mengandung makna mewujudkan kasih sayang dan doa ibu terhadap anaknya, serta mulai berkurangnya perawatan dan perhatian seorang ibu terhadap anak gadisnya karena tanggung jawab perawatan dan perhatian itu sudah beralih kepada suami anak perempuannya. Setelah calon pengantin wanita dimandikan tidak lagi diperkenankan keluar dari kamar. Maknanya, calon pengantin wanita tidak lagi dilihat oleh banyak orang sehingga ketika duduk di pelaminan tampak lebih bercahaya dan cantik.
A.9. Monteo Mia Nika (Monseefako)
Pengantin laki-laki diantar oleh keluarga dan kerabat Monteo Mia Nika (Monseefako) menuju rumah pengantin perempuan diiringi dengan rebana dan lantunan lagu bernuansa Islami. Sebelum meninggalkan rumah, pengantin laki-laki terlebih dahulu bersujud kepada kedua orang tuanya untuk memohon restu.
Sebelum memasuki tempat pelaksanaan pesta pernikahan (Raha Pontafea), rombongan pengantin laki-laki disambut dengan tarian Momaani yang diperagakan oleh dua orang laki-laki yang menggunakan properti berupa Kanta (perisai), Pando (tombak) dan Badi (pedang/parang). Selanjutnya pengantin laki-laki diantar oleh empat orang penari perempuan (Tari Mompetomu) yang diiringi tetabuhan gendang dan gong menuju gerbang pelaksanaan upacara pernikahan. Para penari dilengkapi properti berupa beras kuning bercampur beras putih yang ditempatkan di mangkok kecil yang terbuat dari kuningan. Sambil meliuk-liukan tubuh dan memainkan lentik jari, para penari menghamburkan beras.
Peragaan tari Momaani bermakna bahwa pengantin laki-laki harus mampu melewati rintangan apapun yang dihadapinya demi menghidupi dan menjaga martabat keluarganya. Sementara beras yang dihamburkan oleh penari Mompetomu bermakna menunjukan sifat sosial dan solidaritas terhadap sesama manusia.
A.10. Moonto.
Moonto adalah salah satu rangkaian proses pernikahan Adat Tobungku yang dilakukan dalam bentuk menghambat perjalanan calon pengantin laki-laki menuju tempat akad nikah. Moonto dilakukan dalam bentuk membentangkan kain warna kuning di setiap titik yang dipegang oleh dua orang berpakaian adat. Umumnya Moonto dilakukan sebanyak lima titik, kecuali untuk pernikahan keturunan Raja, Moonto dilakukan sebanyak tujuh titik. Untuk menembus setiap titik, pengantar pengantin laki-laki harus menyerahkan syarat berupa kupa. Moonto juga dilakukan di pintu kamar pengatin perempuan.
A.11. Mobasa Khatubah.
Setelah berhasil melewati rintangan Moonto, pengantin laki-laki disambut oleh keluarga pengantin perempuan dan selanjutnya digiring menuju tempat akad nikah. Prosesi akad nikah didahului oleh pembacaan khotbah nikah (Mobasa Khatubah), selanjutnya dilakukan Ijab Kabul antara wali pengantin perempuan dengan pengantin laki-laki.
Setelah Ijab Kabul dinyatakan sah oleh dua orang saksi pernikahan, Ndengu-ndengu dibunyikan sebagai tanda telah selesainya pelaksanaan akad nikah. Selanjutnya pengatin laki-laki menuju kamar pengantin perempuan.
A.12. Mahar (Ihi Nikah)
Mahar (lhi Nikah) atau Mas Kawin adalah Nikah yang merupakan perintah Allah SWT dan Rasulullah SAW, Mahar (Ihi Nikah) atau mas kawin adalah pemberian harta/seserahan dari mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan saat pernikahan. Adapaun bentuk mahar atau ihi nikah adalah berupa emas atau uang minimal senilai harga emas satu gram atau sebidang tanah, sawah, rumah, (Feeha) dll.
A. 13. Mompade.
Mompade (membatalkan wuhdu/morusa jene) dilakukan oleh pengantin laki-laki dengan cara menyentuh bagian wajah pengantin wanita yang sedang duduk di atas bantal. Sebelum mompade, terlebih dahulu pengantin laki-laki menyerahkan mahar atau ihi nikah kepada pengantin perempuan yang dilanjutkan dengan membuka penutup muka (mobale kukumbu/mobale mata). Di sebelah kanan pengantin wanita terdapat sebuah bantal yang akan diduduki oleh pengantin laki-laki. Namun pengantin laki-laki tidak bisa langsung menduduki bantal tersebut karena masih diduduki oleh seorang wanita (keluarga terdekat) pengantin wanita. Pengantin laki-laki baru boleh menduduki bantal tersebut setelah menyerahkan syarat berupa kupa.
A.14. Mosumpu/Mompaka.
Sebagai wujud kasih sayang seorang ibu, maka dilakukanlah prosesi Mosumpu/Mompaka (menyuap). Ibu kandung pengantin perempuan menyupkan makanan kepada pengantin laki-laki kemudian menyuap pengantin wanita, selanjutnya kedua pengantin saling suap. Prosesi Mosumpu ini mengandung makna bahwa pengantin laki-laki sudah menjadi anak dari ibu kandung pengantin perempuan, sehingga pengantin perempuan maupun pengantin laki-laki mendapatkan kasih sayang dan perlakuan yang sama.
A.15. Montine Maafu.
Keluar dari kamar pengantin, pengantin laki-laki dan pengantin perempuan bersujud kepada kedua orang tua mereka sambil meminta maaf (Montine Maafu) atas dosa dan kesalahan yang mereka lakukan, serta meminta terima kasih atas asuhan dan didikan orang tua. Montine Maafu bermakna kedua pengantin sudah akan memulai hidup baru secara mandiri.
A.16. Tumanda Nikah.
Setelah melalui prosesi Montine Maafu, kedua pengantin bersama pendamping berjalan dengan diiringi tetabuhan Ndengu-Ndengu menuju pelaminan untuk Tumanda Nika (duduk pengantin) yang dilaksanakan siang atau malam hari. Pengantin laki-laki duduk di sebelah kanan pengantin perempuan, sementara pendamping duduk di sebelah kiri dan kanan pengantin. Tumanda Nikah menandai dimulainya resepsi pernikahan.
Tumanda Nikah yang merupakan acara seremonial juga diwarnai pembacaan ayat suci Al-Qur'an, lagu-lagu yang didominasi oleh lantunan lagu Bungku (Nani Tobungku) dinyanyikan oleh penyanyi yang mengenakan pakaian bernuasa Adat dan Islami. Sebagai rangkaian acara resepsi pernikahan terdapat salah satu acara yakni Mompoko Tule Loe' Sema Pohendea (ucapan terima kasih dan permohonan maaf dari yang mewakili keluarga berpesta (Sema Pohendea). Resepsi pernikahan diakhiri dengan Mesangkalima (berjabatan tangan) dengan pengantin dan pendamping.
Pemberian bingkisan dapat diselipkan pada acara resepsi, namun penyerahannya dilakukan usai acara resmi pelaksanaan resepsi. Demikian halnya dengan foto bersama dilakukan setelah acara resmi, kecuali tamu-tamu khusus.
A.17. Morensa Guba.
Kegiatan terakhir dari rangkaian proses pernikahan Adat Tobungku adalah Morensa Guba (membongkar pelaminan/dekorasi yang terpasang di dalam rumah pengantin perempuan). Acara ini dilakukan 3 (tiga) hari setelah acara pernikahan selesai yang dirangkaikan dengan Dzikir, Doa dan Syukuran (mobasa barzanji).
B. LAMBU ADATI.
Rangkaian upacara pernikahan Adat Tobungku tidak terlepas dari pemakaian baju adat (Lambu Adati) yang terdiri dari:
1. Pengantin mengenakan Lambu Adat Tobungku Pakaian pengantin dapat dimodifikasi sepanjang tidak mengurangi nuansa Adat Tobungku.
2. Pendamping mengenakan baju Adati Tobungku.
3. Jika ada pergantian pakaian pengantin, waktunya tidak boleh terlalu lama sehingga tidak mengganggu kenyamanan undangan.
4. Jika menggunakan elekton, maka pemain dan penyanyinya harus mengenakan pakaian yang bernuansa Islami.
5. Penari Momaani mengenakan pakaian adat yang berwarna hitam.
6. Penari Mompetomu mengenakan baju adat berwarna kuning.
7. Penabuh Ndengu-Ndengu mengenakan baju lengan panjang berwarna kuning, celana puntung warna hitam, dan topi khusus yang berwarna putih.
C. Pantu Tobungku.
Pantu Tobungku adalah mengucapkan kata-kata kiasan (Mepantu) yang digunakan pada tahapan Metutukana Sala, Montine Tabako, dan Monsedefako baik oleh perwakilan keluarga laki-laki maupun perwakilan keluarga perempuan. contoh:
1. Perwakilan keluarga laki-laki.
Tabea miu semaraha, mami ai leu fumafao pongkere hai mokokolaro mami. Ko baraharapu kami ampungi kami kenou salah mebinta le loe hai lelu mami. Leumami ai leu mompokotule hajati. Pontoori mami le raha ai monaa bangka sarai. Kei nouo pompokoala mami hai kei nouo moneneno safa miu, kopeniati tajaji juragano. Pontoori mami le raha ai monaa manu-manu konantangka, konaengke fuluno, suarano moiko kaene nahinapo kurungano. Kei nouo pompokoala mami hai keinouo moneneno safa miu, kopeniati numaao le kurunga mami.
Perwakilan keluarga perempuan.
Kosukuru le Apu nouo niati moiko miu. Kako ponko tooriko miu bambano raha mami tebale, nahina halangano niati miu nou. Koamo kami lumoeko miu dopino bangka ninaa mami ai nai moroso, jaji kopontine simi penonoho melimbuino. Manu-manu ninaa mami ai hinapi motau lahi bitara, jaji kopontine simi penonoho melimbuino.
2. Perwakilan keluarga laki-laki.
Tabe, bangka nginemami ai ariomo kopepentuduo mebinta le fanano tule le ropeno nadeo kako toorio poloe bangka nou mompokoala pinake sumomba, mentaha hai melonso kei polalo bomba hai pue. Manu-manu miu nou kokitaomo nadeo kako toorio poloe mengkali motau kei pinokondau bitara. Kenouo tokua anu lapu melimbuino, tinoori mamimo nou.
Perwakilan keluarga laki-laki.
Ketepoaluomo bitaranto hai mesansafa kitamo, kami montine fakitu mongkita oleo moiko kako leu dampohona sumomuo bitaranto (Montine Tabako).
Setelah dilewati tahapan Metutukana Sala, kita memasuki proses selanjutnya yakni Montine Tabako. Pada tahapan ini keluarga laki-laki kembali mendatangi keluarga perempuan untuk menyambung pembicaraan saat metutukana sala. Dalam tahapan proses montine tabako perwakilan calon pengantin laki-laki maupun pengantin perempuan menyampaikan pembicaraan melalui pantun sebagai berikut:
Perwakilan keluarga laki-laki.
Tabea miu sema raha, tosukuru le Apu anu mombekita faraka kato tepoalu dampohona. mami ai leu sumomuo anu binitaranto tempono Metutukana Sala.
Perwakilan keluarga perempuan.
Tosukuru le Apu anu mombekita faraka kato tepoalu dampohona sumomuo Bitaranto. Paralu kaku loeko miu bangka mami sou damoia le pelanggaano. Ke tainumpanako mompake ongkoso, ketasinombalako momparalu maantu kanamo karatasi konomoro (doi), buranga mopute (fea), bahono tofu (gola), hai karu opaa (pongka).
Manu-manu mami sou opokai pepokondau mongka kei pinaka mompake ongkoso kanamo karatasi konomoro (doi), buranga mopute (fea), bahono tofu (gola), hai karu opa (pongka).
Perwakilan keluarga laki-laki
Kopontine tarimakasih le miu, kopahaomo niati pompoko tesemuno safa hai pompoko ofoano petutuaianto. Kaene kopontine kato bitarao tempono petcoano ongkoso hai maantu ne kako pasadiao anu tatineo mami.
Perwakilan keluarga perempuan.
Tabe, kepontine mami moikoopo lahi ke mengkali peteoano. Setelah melalui tahapan Montine Tabako, proses selanjutnya adalah Monsedefako. Pada tahapan ini keluarga calon pengantin laki-laki kembali mendatangi rumah orang tua calon pengantin perempuan.
Perwakilan keluarga laki-laki.
Leu mami ai sumomuo hapa anu ari binitaranto. Leumami ai mofafa kamimo ongkoso hai maantu. Hapa anu finafa mami ai mengkena hai anu binitaranto tempono Montine Tabako. Baraharapu mami kami tarimao anu finafa mami ai kana moroano safa mami leu monsomu petutuaia ai.
Perwakilan keluarga perempuan
Kanasema pompoko ofose hai moroano safa miu leu sumomuo anu ari binitaranto, kandoukoa ofoseno hai moroano safa mami tumarimao hapa anu finafa miu.
Perwakilan keluarga laki-laki.
Pompoko morosono safa hai petutuaia, moiko omo keto bitarao oleo jajiano pontafea.
Perwakilan keluarga perempuan.
Kepounda mami, kenahina halanga sitooleo lahi kato hendeo pontafea ai, kaene kato pongkita oleo hai fula moiko.
D. Mohende Hala hai Kiifu
Dalam rangkaian proses menuju pernikahan, tidak tertutup kemungkinan terjadinya pelanggaran/ingkar janji (Mohende Hala). Jika ada yang Mohende Hala baik calon pengantin laki-laki maupun calon pengantin perempuan dikenakan sangsi Klifu (denda) berupa:
1. Jika calon pengantin laki-laki Mohende Hala berupa:
a. Tidak menepati waktu Mosendefako sebagaimana diperjanjikan saat Montine Tabako dikenakan kiifu sebesar dua lembar sarung.
b. Mosendefako sesuai waktu yang diperjanjikan, akan tetapi kurang jumlahnya, dikenakan kiifu sebesar dua kali dari jumlah kekurangan.
c. Tidak lagi bersedia melanjutkan tahapan proses menuju pernikahan.
d. Melakukan perbuatan melanggar hukum yang menyebabkan rencana pernikahan dibatalkan. Atas perbuatannya sebagimana dimaksud pada huruf c dan huruf d maka dikenakan Kiifu yakni membayar denda senilai jumlah yang disepakati saat Montine Tabako.
2. Jika calon pengantin perempuan Mohende Hala berupa:
a. Tidak bersedia lagi untuk melanjutkan proses menuju pernikahan.
b. Melakukan perbuatan tercela yang dapat membatalkan rencana pernikahan.
c. Menjalin hubungan asmara (Mesambora) dengan laki-laki lain.
d. Dibawa lari oleh laki-laki lain.
Atas perbuatannya dikenakan Kiifu yakni mengembalikan dua kali lipat seluruh harta yang diserahkan saat Mosendefako. Jika Mohende Hala dilakukan sesudah Montine Tabako namun belum memasuki tahapan Mosendefako, maka atas perbuatannya dikenakan Kiifu yakni membayar denda senilai jumlah yang disepakati saat Montine Tabako.
Sumber: Pebotoa Adati Tobungku