Thursday 13 August 2020
Winda Bestari
4640
morowalikab.go.id - Bungku - "Tolak dan cabut izin PT GIU, tidak boleh ada tambang di Bungku Tengah!" seru Jabir, Korlap aksi di Pelataran Kantor Bupati, Kamis (13/08/20). Ratusan massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Anti Tambang menggelar unjuk rasa. Aksi tersebut menyerukan penolakan terhadap rencana aktivitas tambang PT Graha Istika Utama (PT GIU) di Desa Tudua dan Desa Puungkoilu Kecamatan Bungku Tengah.
Seperti dilansir dari kamputo.com, PT GIU merupakan perusahaan tambang lokal yang beroperasi di Morowali. Dalam catatan investigasi Jaringan Advokasi Tambang Sulawesi Tengah (Jatam Sulteng) yang dirilis di Mongabay Indonesia pada 27 September 2013, PT GIU merupakan satu dari 43 perusahaan di Morowali yang pernah memiliki IUP tumpang tindih dengan lahan kontrak karya (KK) PT Vale Indonesia di kawasan Desa Onepute Jaya, Kecamatan Bungku Timur.
Diketahui, berdasarkan kronologinya, pada tanggal 3 Februari 2017 atas nama Gubernur Sulawesi Tengah, melalui Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Ir. Ch. Shandra Tobono, MT menandatangani IUP Eksplorasi batuan PT Graha Istika Utama.
Berlokasi di lahan perkebunan warga, dengan areal seluas 189, 84 Ha, PT GIU telah berhasil memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi tambang batu gamping. Dalam areal tersebut terdapat komoditas perkebunan di antaranya tanaman cengkeh, pala, lada, kakao, vanili dan merica. Melalui komoditas itulah masyarakat menggantungkan hidupnya.
"Para orangtua menyekolahkan anaknya dengan hasil kebun. Kami (red: masyarakat) hidup dan besar dengan bertani. Maka sikap kami hari ini jelas menolak tambang!" tegas Jabir.
Ia mengungkap, tindakan PT GIU sejak awal tidak melakukan transparansi menyebabkan semua perkembangan atau langkah yang diambil tidak diketahui masyarakat setempat.
"Selama pengambilan data mulai dari pengambilan sampel air, sampel tanah hingga sosialisasi, PT GIU tidak pernah melibatkan masyarakat, bahkan tidak pernah meminta izin ke Pemerintah Desa dan terkesan diam-diam", ucapnya.
Diketahui, selain mengancam lahan tani, keasrian alam seperti sumber air bersih yang menjadi konsumsi masyarakat di dua desa itu terancam rusak. Pertimbangan lain sebagai dasar penolakan terhadap PT GIU adalah tempat wisata air terjun Bahontomatano akan tercemar dan eksistensi cagar budaya benteng Fafontofure akan berdampak, serta binatang endemik terganggu populasinya.
Di samping itu, menilik dari faktor bencana, berdasarkan pengalaman yang terjadi, sudah 2 tahun berturut-turut daerah lingkar tambang seperti Kecamatan Bahodopi menjadi daerah yang sering terdampak banjir saat musim hujan. Naasnya ketika kemarau, debu hasil dari pertambangan akan dihirup oleh masyarakat dan sebagian besar menderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Hal yang sama akan melanda masyarakat Tudua dan Puungkoilu jika aktivitas tambang terus berlanjut.
Melalui pertimbangan tersebut, berikut pernyataan sikap warga Desa Tudua dan Puungkoilu:
- Menolak kehadiran PT GIU di Desa Tudua dan Puungkoilu.
- Mendesak Bupati Morowali untuk tidak memberikan rekomendasi izin lingkungan terhadap PT GIU.
- Segala bentuk perusahaan tambang apapun yang akan masuk di Desa Tudua Dan Puungkoilu harus ditolak.
Sementara itu, di waktu yang sama, setelah negosiasi bersama tokoh masyarakat dan tokoh pemuda, Bupati Morowali, Drs. Taslim menemui massa aksi. Taslim berujar, Pemerintah Daerah selaku stakeholders dengan terbuka menerima tuntutan dari masyarakat.
"Kami sudah menerima apa yang Bapak dan Ibu sampaikan selanjutnya percayakan kepada saya dan Pak Wabup untuk mengurus ini" pungkas Taslim.
Menurut Taslim, menolak bukan merupakan wewenangnya namun warga lah yang berhak atas hal tersebut. Mewakili Pemda, selaku fasilitator akan membuka ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya.
"Saya menolak tidak bisa, karena tidak ada hak saya disitu, namun yang punya tanah lah yang menolak. Saya menerima keinginan warga, nanti akan disampaikan bahwa itu tidak boleh dilanjutkan penambangannya" ujar Taslim.
Lanjutnya, "Buatkan berita acaranya sebagai bukti bahwa inilah kekuatan kami sebagai masyarakat untuk menolak, bukan mengada-ada, bukan keinginan saya menolak, tapi inilah keinginan masyarakat menolak, ada bukti keabsahannya, karena Kepala Desa, Ketua Adat dan masyarakat bertandatangan" tutup Taslim.