Tuesday 02 March 2021
Winda Bestari
3958
Perkembangan Sebaran Prevalensi Stunting
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita ( bayi dibawah lima tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir. Akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun. Dengan demikian peride 1000 hari pertama kehidupan ( 1000 HPK ) seharusnya mendapat perhatian khusus karena menjadi penentu tingkat pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan produktifitas seseorang dimasa depan.
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang paling menentukan untuk dapat mengurangi prevalensi stunting adalah intervensi yang dilakukan pada 1000 HPK dari anak balita. Intervensi anak stunting memerlukan konvergensi lintas program / intervensi dan upaya sinergis pemerintah. Pada tahun 2019, Pemerintah Kabupaten Morowali telah melakukan analisis situasi melalui data Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana kabupaten Morowali dari pengukuran balita yang di monitoring pada Aplikasi e-PPGBM dengan menetapkan 10 desa lokus stunting untuk intervensi spesifik dan sensitif pada desa lokus tersebut.
Perbandingan situasi sebaran prevalensi stunting di Kabupaten Morowali pada tingkat kecamatan pada tahun 2019 dan 2020 per bulan agustus yang di sajikan dalam grafik di bawah ini.
Dari grafik diatas menunjukan bahwa terjadi penurunan persentase balita stunting di Kecamatan Menui Kepulauan dari 21.0% pada tahun 2019 menjadi 12.74% pada tahun 2020. Rata- rata semua kecamatan mengalami penurunan jumlah kasus stunting, kecuali beberapa kecamatan yang mengalami peningkatan kasus, seperti Kecamatan Bungku Barat pada tahun 2019 terdapat (5.90%) dan pada tahun 2020 (16.27%). Peningkatan jumlah kasus stunting juga disebabkan karena untuk cakupan ASI Ekslusif di kecamatan Bungku Barat menurun dari tahun 2019 (49.00%) menjadi (47%) pada tahun 2020 dan kasus masih tingginya kasus KEK yaitu pada bulan agustus 2020 masih terdapat 21 kasus. jumlah balita yaang ditimbang dan diukur pada tahun 2020 lebih banyak (D/S : 61.2%) Sehingga dapat dipastikan factor tersebut sangat mempengaruhi peningkatan stunting.
Pemerintah Kabupaten Morowali untuk menurunkan angka stunting melalui perbaikan gizi di masa 1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan) antara lain dengan melaksanan Program Gesit (Gerakan Minum Susu Dan Konsumsi Sebutir Telur), Pendidikan gizi untuk ibu hamil, pemberian TTD pada Ibu hamil dan remaja putri, Pelatihan Pemantauan Pertumbuhan Balita, pelatihan PMBA (Pemberian Makan Bayi dan Anak) bagi tenaga kesehatan, TPG puskesmas dan bidan desa, Pemberian PMT di Posyandu, pemberian Mikronutrien Taburia bagi Balita gizi kurang, penyediaan lingkungan sarana dan prasarana air bersih dan sanitasi.
A. Faktor Determinan Yang Memerlukan Perhatian
Factor-faktor determinan yang masih menjadi kendala perbaikan status gizi baduta, yang menunjukan prevalensi stunting masih tinggi. Berdasarkan hasil analisis situasi dalam pengamatan di lapangan yanitu factor yang masih dominan yaitu penggunaan air bersih dan kurangnya sarana jamban sehat yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit diare dan kecacingan tertama di daerah lapangan, yang masih buang air air besar di sembarang tempat dan riwayat ibu hamil pada masa kehamilan yang kurang baik, kurangnya asupan gizi dan tidak terpantau kesehatannya dalam hal ini pemeriksaan kesehatan ibu hamil (ANC) secara teratur.
B. Perilaku Kunci RT 1000 HPK yang Masih Bermasalah
Dinas Kesehatan beserta OPD terkait telah melakukan monitoring sekaligus analisa masalah yang terjadi di desa menunjukkan pola asuh balita, pola konsumsi, dan perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat masih membutuhkan intervensi dan pembinaan sehingga prevalensi stunting yang masih tinggi.
C. Kelompok Sasaran Berisiko
Kelompok berisiko yang perlu mendapatkan perhatian antara lain remaja putri, calon pengantin, ibu hamil, bayi, dan baduta. Remaja putri perlu disiapkan untuk menjadi calon pengantin pada usia idealnya, sehingga saat hamil dapat menjadi ibu hamil yang sehat, sehingga bayi yang akan dilahirkan dapat lahir dengan selamat, sehat, dan cerdas. Bayi yang telah dilahirkan tersebut berhak untuk mendapatkan ASI Eksklusif dan Pemberian Makan Bayi dan Anak ( PMBA ) yang sesuai sehingga pertumbuhan otaknya dapat optimal.
Kelompok sasaran yang beresiko terjadinya stunting yaitu kelompok sasaran yang berada di wilayah kepulauan dan daerah terpencil di mana ketersediaan bahan pangan serta pelayanan kesehatan yang masih kurang menyebabkan kurangnya asupan gizi yang memadai dan layanan kesehatan terutama antenatal care, post natal care dan pembelajara diri yang berkualitas di samping kurangnya akses air bersih dan jamban keluarga.
D. Trend Penurunan Balita Stunting di Kabupaten Morowali
Kasus Penurunan stunting di Kabupaten Morowali dari tahun ke tahun mengalami penurunan pada tahun 2017 berdasarkan data PSG (Pemantauan Status Gizi) Kemenkes, jumlah balita stunting mencapai 3608 balita (34.00%), pada tahun 2018 berdasasrkan data RISKESDAS balita stunting yaitu (30.40%), pada tahun 2019 menurut data e-PPGBM balita stunting yaitu 1042 balita (12.00%) dan pada tahun 2020 data per Agustus yaitu 849 balita (7.80%).
Dari permasalahan tersebut diatas maka dalam pencegahan dan penanganan stunting di harapkan dukungan/partisipasi dari masyarakat luas dan dukungan pemerintah untuk bersama mengatasi permasalahan di tingkat kabupaten dengan permasalahan yang terjadi di masing-masing kecamatan.